Latar belakang dari masalah ini sendiri yaitu Kebencian massa terhadap Satpol PP yang rupanya sudah mencapai puncaknya dalam bentrok peristiwa percobaan penggusuran makam Mbah Priok. Peristiwa bentrokan antara satpol PP dan masa tak sedikit yang menjadi korban baik dari satpol PP ataupun masyarakat umum, baik yang luka – luka bahkan ada yang sampai meninggal, Sebuah fenomena yang membuat hati sedih dan dada terasa sesak melihat kejadian itu, hanya karena persoalan kuburan yang di keramatkan, antara satpol PP yang ingin membersihkan bangunan gapura kuburan dan bangunan liar yang ada disekitar kuburan dan massa yang memahami bahwa satpol PP akan menggusur kuburan “Mbah Priok” yang dikeramatkan. Banyak pelajaran yang dapat diambil dari realita kejadian bentrokan berdarah itu, oleh karena itulah tulisan ini hadir insya Allah sebagai sebuah renungan dan nasehat untuk kaum muslimin atas kejadian bentrokan berdarah,kejadian situasi sudah kondusif, namun massa masih melakukan penyisiran Satpol PP di area Terminal Peti Kemas Pelabuhan. Dalam penyisiran itu, seorang anggota Satpol PP dari Kecamatan Kelapa Gading, Hendra, dan satu orang security terminal peti kemas, Suranta, ditemukan massa sedang bersembunyi di koperasi karyawan. Alhasil, massa pun menyeretnya keluar dan mengamuknya di pelataran. Berbagai senjata tajam, maupun batu, diarahkan pada keduanya. Akibatnya kini keduanya sekarat dan tergeletak tak berdaya, tanpa ada seorang pun yang menolong. Karyawan terminal peti kemas pun tak seorang pun yang berani menolong keduanya untuk mendapatkan perawatan. Karena massa masih melakukan blokade di depan terminal. Sementara posko kesehatan terminal juga tidak dapat digunakan. Pasalnya, posko kesehatan tersebut sudah dirusak massa. Penjarahan oleh masyarakat terjadi di sekitar lokasi Pelindo. Bahkan yang lebih memiriskan tampak anak usia di bawah umur ikut mengangkat senjata melawan aparat pemerintah. Hal ini adalah pelanggaran hak anak yang paling berat di jaman modern ini dengan menjadikan anak sebagai komoditas demi kepentingan manusia dewasa. Bahkan dilaporkan beberapa anak yang terlibat juga ikut mendapat hajaran dari pihak Satpol PP.Menurut pihak ahli waris kepemilikan tanah di bekas Taman Pemakaman Umum (TPU) Dobo tersebut adalah milik keturunan ahli waris dari Habib Hasan bin Muhammad Al Haddad. Hal itu sudah ditetapkan jauh sebelum PT Pelindo II berdiri di Tanjung Priok, Jakarta Utara.
Kesalahan konsep tata ruang Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, memicu konflik tanah makam Habib Hasan bin Muhammad al Haddad atau Mbah Priok. Rencana perluasan pelabuhan PT Pelabuhan Indonesia II, bertabrakan dengan kepentingan masyarakat yang menziarahi makam Mbah Priok. Peristiwa yang meledak di Tanjung Priok adalah fakta ketidakberesan pemerintah daerah dalam menyelesaikan persengketaan tanah. Seharusnya pemerintah daerah (DKI Jakarta) mengutamakan penyelesaian dengan komunikasi yang baik, tidak hanya sebelah pihak saja, dan bukan juga dengan cara kekerasan atau main gusur. Sebab, cara ini hanya memancing kemarahan dan kekecewaan ratusan bahkan jutaan orang yang terlibat dan menyaksikannya. Alasan bahwa makam Mbah Priok sudah diserahkan ke PT Pelindo Jaya, jika tanpa dipahami rakyat, justru bisa menjadi pemicu kemarahan masa yang lebih besar. Aparat menyatakan masyarakat telah salah informasi, itu menjadi penanda sang aparat telah gagal memahami peran, fungsi, wewenang, dan cara berpikir dan bertindak rakyat banyak yang harus mereka lindungi dan harus mereka layani.
Di sisi lain, peristiwa Mbah Priok, yang langsung dan tidak langsung, melibatkan emosi keagamaan itu juga seharusnya mendorong elite dan cendekiawan agama (Islam) untuk mengkaji ulang model dakwah dan komunikasi yang selama ini mereka lakukan dengan umat di lapis bawah. Lapisan elite keagamaan di tingkat nasional bisa dengan gampang mengambil jarak dari benda-benda dan kawasan yang disucikan oleh komunitas paling bawah, tapi tidak mudah bagi elite di tingkat kawasan itu.
Suatu benda atau wilayah yang disucikan itu memang dan mungkin merupakan benda dan wilayah rasional dan sekuler, tapi bagi rakyat suatu benda atau wilayah dianggap suci dan keramat dengan segala aura magis, politis, dan ekonomis, yang mestinya dilindungi aparat.Tidak gampang bagi rakyat lapis bawah itu untuk meredakan emosi kekeramatannya dengan menundanya besok hari lalu berdialog dengan kepala dingin karena ruhnya telah dicemarkan, dilecehkan, dan dicerabut dari kehidupannya.
Atau, kita memang tidak pernah jera berbuat keliru, congkak, penuh gengsi, merasa benar sendiri lebih cerdas dan lebih pintar dibandingkan dengan rakyat kebanyakan sehingga Mbah Priok bangkit kembali melawan kesewenang- wenangan, konon seperti legenda yang hidup saat sang habib memasuki wilayah negeri ini berabad lalu di zaman koloni. Dari hasil studi kasus diatas,berikut sembilan poin kesepakatan di antara Pemprov DKI, PT Pelindo II, dan pihak ahli waris sebagaimana yang diberitakan media;
· Pertama, Makam tetap di posisinya, tidak dibongkar ataupun dipindah.
· Kedua, Pendapa Majelis Gapura dipindahkan posisinya agar Terminal Peti Kemas Koja berfungsi sesuai aturan dan standar internasional. Posisinya dibicarakan antara PT Pelindo dan ahli waris.
· Ketiga, Sisa tanah akan dibicarakan antara ahli waris dan PT Pelindo.
· Keempat, Kasus lapangan akan ditindaklanjuti secara hukum, siapa yang melanggar akan ditindak. Satpol PP sebagai organik Pemda merupakan tanggung jawab Pemda.
· Kelima, Perlunya pelibatan tokoh masyarakat dan tokoh agama dalam menyelesaikan persoalan kemasyarakatan.
· Keenam, PT Pelindo setuju untuk membuat MoU hitam di atas putih mengenai pembicaraan lebih lanjut dengan ahli waris.
· Ketujuh, Administrasi kedua pihak supaya langsung dilakukan antara PT Pelindo II dan ahli waris dan ditembusi Komisi A DPRD DKI Jakarta.
· Kedelapan, Pemda dan PT Pelindo sebagai anak perusahaan BUMN akan memperhatikan siapa-siapa yang menjadi korban dalam kasus kemarin. Tidak hanya biaya rumah sakit, bahkan kalau perlu sampai berobat jalan.
· Kesembilan, Pembahasan antara PT Pelindo dan ahli waris akan dibicarakan di kantor Komnas HAM.